Sabtu, 19 Maret 2011

AGAMA TAO; Sebuah Pembacaan Terhadap Khazanah Agama Timur


Adanya agama di muka bumi, tidak lepas dari adanya manusia. Kedua element tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Relasi yang dibangun antara manusia dengan agama sangat erat sekali, sehingga keduanya tidak dapat dilepaskan. Meskipun terkadang ada beberapa paham yang mengarah pada aliran anti agama seperti atheisme, agnostik, dan gnostik.

Hubungan manusia dengan agama, sama halnya dengan relasi manusia dengan realitas mutlak atau Tuhan. Selain hal itu, manusia juga memiliki relasi lain yang juga penting, yakni relasi manusia dengan manusia, dan relasi manusia dengan alam. Hal ini mencerminkan bahwasanya setiap kehidupan pasti memiliki aturan dan hukum hukum dalam mengatur pola hidup. Manusia ketika menjalin hubungan dengan Tuhan, memiliki cara-cara tertentu, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan cara menghormati dan menjalin relasi dengan Tuhan. Corak yang ditampilkan oleh manusia dengan membangun hubungan dengan Tuhan, telah mengokohkan akan pernyataan bahwa manusia pada hakikatnya adalah homo religious.
Sedangkan relasi manusia dengan manusia merupakan hubungan yang nantinya menciptakan sebuah kebudayaan dan peradaban. Berangkat dari hubungan seperti ini, nantinya akan mematahkan stigmatisasi akan paham etnosentrisme. Gesekan yang dilakukan oleh sesama manusia, dengan jelas pasti akan melahirkan sesuatu yang hal yang bisa terbilang budaya maupun peradaban. Manusia tidak dapat hidup sendiri. Karena manusia merupakan homo society atau makhluk bersosial masyarakat. Begitu pula ketika melirik pada ranah kebudayaan, tidak ada yang namanya kebudayaan memiliki pondasi warna tunggal. Sebab kebudayaan tersebut dikonstruk oleh spektrum warna yang begitu beragam sehingga menciptakan sebuah kebudayaan dan peradaban. Intinya, kalau sumbernya tidak dapat berdiri sendiri, manusia, otomatis apa-apa yang dihasilkannya pun juga berangkat dari berbagai komposisi.
Relasi yang dibangun oleh manusia selain di atas, yakni hubungan manusia dengan alam. Alam semesta merupakan manifestasi Tuhan. Sehingga manusia dapat memahami Tuhan dengan cara memahami makna dibalik simbol-simbol alam semesta. Kesatuan antara manusia dengan lingkungan amat perlu dibina untuk melestarikan lingkungan yang sehat. Manusia banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, sehingga konstruk pemikiran dan sikap serta karakter hidup manusia kedepan, semuanya ditentukan oleh lingkungan yang mengelilinginya.
Dengan demikian, maka bilamana manusia ingin membangun suatu peradaban dan budaya multikultural, hal itu akan tercipta ketika terjadi suatu benturan, gesekan, atau interaksi antara manusia, alam, dan Tuhan. Tidak satu pun kebudayaan itu lahir dengan dirinya sendiri, semuanya butuh gesekan. Di Cina, ritme-ritme klasik dari agama Kong Hu Cu diimbangi bukan saja oleh aura spiritual agama Buddah, tapi juga dibumbuhi dengan corak romantis agama Tao.[1] Ketiga agama tersebut hidup berdampingan satu sama lain secara harmonis. Yang amat menarik dari ketiganya yakni adanya sebuah sistem simbiosis mutualisme antara ketiga agama tersebut, sehingga menciptakan masyarakat Cina yang makmur, tentram dan damai.
Agama Tao merupakan salah satu agama dari ketiga agama di atas yang cukup mempengaruhi pola berpikir masyarakat Tionghoa atau Tiongkok. Tao merupakan bentuk kepercayaan yang mempunyai dasar pemujaan kepada roh-roh nenek moyang, mementingkan usaha mencapai keselamatan individual serta usaha memelihara tradisi-tradisi kuno bangsanya untuk dijadikan pedoman tingkah laku para pengikutnya.[2] Dan akar-akar Tao kuno sudah bersemayam pada bangsa Tiongkok sebelum hadirnya Kong Hu Cu dan Buddha.
Oleh karena itu, untuk mengunkap lebih jauh dan mendalam terkait dengan agama Tao, maka ada beberapa point-point yang nantinya menjadi alur dari pembahasan tulisan ini yang akan gambarkan pada subbab selanjutnya. Hal itu dilakukan agar pembahasan agama Tao menjadi menarik dan sistematis. Hal yang terbilang penting untuk dibahas kedepan yakni terkait dengan bagaimana sejarah agama Tao? Apa dan bagaimana ajaran-ajaran dalam agama Tao? Aliran-aliran apa sajakah yang bernaung di tubuh agama Tao?. Pokok-pokok persoalan tersebut yang nantinya akan mengiringi alur pembahasan “Agama Tao” ini kedepan. Hal itu dilakukan agar memliki suatu pokok masalah yang jelas dan bisa terarah serta memang terbilang penting untuk dibahas.

SEJARAH AGAMA TAO
Ketika berbicara tentang sejarah, ada sebuah pernyataan dari salah satu mantan presiden Indonesia, yakni Soekarno, yang menyatakan bahwa jangan sekali-kali melupakan sejarah “Jasmerah”.  Pernyataan itu menyiratkan bahwa betapa pentingnya peranan sejarah bagi keberlangsungan umat manusia. Hadirnya sejarah, juga telah melahirkan beragam kebudayaan yang dibangun oleh manusia dalam rentetan masa lalu.
Pergulatan sejarah panjang agama Tao perlu untuk diungkap agar tidak terjadi suatu miss-communication dengan era saat ini. Hal itu dilakukan agar supaya membumbuhi aspek-aspek sejarah dan ajaran-ajaran dalam agama Tao di masa lalu dapat diinterpretasikan secara kontekstual. Dialektika sejarah itu penting terkait peran manusia yang menjadi perintis dari sejarah lahirnya agama Tao. Baik pula setting awal masyarakat tempat di mana lahirnya agama Tao itu sendiri. Perincian tersebut dilakukan semata-mata untuk lebih memudahkan pembacaan terhadap sejarah agama Tao.
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa agama Tao lahir di Tiongkok yang mayoritas masyarakatnya pada zaman dulu memiliki beberapa karakter pola hidup (tradisi dan adat istiadat), di antaranya adalah:[3]
Pertama, mayoritas masyarakat Tiongkok amat mengagungkan kepercayaan terhadap hal ghaib, roh-roh nenek moyang mereka sebagai wujud penghormatan. Dengan kata lain, masih memiliki corak paham animisme. Paham tersebut tidak jauh beda dengan teori Euhemerisme (l.k. 330-260 S.M.) yang menyatakan bahwa para Dewa adalah manusia yang pernah hidup pada zaman dulu. Karena berbagai keistimewaan, mereka dipuja semasa hidupnya, dan tetap berlanjut sampai dia meninggal dunia.[4] Teori ini kemudian dikenal teori asal usul agama dan nantinya juga dikembangkan oleh tokoh pemikir besar, seperti halnya David Hume, Herbert Spencer, dan Sigmund Freud.
Kedua, corak yang ditunjukkan oleh masyarakat Tiongkok pada zaman dulu yakni memiliki apresiasi tinggi terhadap upacara-upacara dan etika hidup bermasyarakat. Etika hidup yang ditonjolkan oleh mereka lebih menekankan akan keharmonisan alam, baik itu alam mikrokosmos maupu makrokosmos.
Ketiga, mayoritas masyarakat Tiongkok lebih mementingkan kehidupan mental atau jiwa daripada material (benda-benda/keduniawian). Ketika memahami pernyataan di atas, jangan dikonotasikan dengan pola hidup asketik yang seringkali diidentikkan dengan orang-orang yang serta merta apatis dengan kehidupan dunia.
Dengan demikian, cukup jelas untuk memahmi pola hidup masyarakat Tiongkok secara universal. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peta sejarah dari peran agama Tao terhadap masyarakat Tiongkok. Karena secara garis besar, masyarkat Tiongkok banyak dipengaruhi oleh cara pandang agama Tao. Dalam hal ini, seorang sarjana Tiongkok yang bernama Dr. Lin Yu Tang menyatakan bahwa “Budi” itu merupakan kekuatan yang mencari keharmonisan dengan alam sekitarnya yaitu suatu sikap kejiwaan yang terpuji dalam keseluruhan bentuk hidup yang luas dan sesuai dengan hukum dunia yang paling tinggi yakni hukum Tao.[5] Saking luas dan dalamnya hukum Tao, lidah pun tidak dapat merumuskannya dengan kata-kata.
Menurut tradisi, agama Tao diajarkan oleh Lao Tzu yang dikabarkan lahir sekitar tahun 604 S.M. dan meninggal dunia sekitar tahun 524 S.M. dalam masa pemerintahan keturunan Tsyou. Ia termasuk keluarga Li. Namanya yang sebenarnya adalah Pi Yang. Lao Tzu itu merupakan sebuah gelar yang diberikan pengikut-pengikutnya kepadanya. Makna dari dari gelar itu adalah guru lama atau ahli fikir tua.[6]  Terkait dengan tahun kelahiran dan meninggalnya Lao Tzu, itu banyak literatur-literatur yang berbeda pendapat. Akan tetapi, pada dasarnya masih berkutat pada tahun 600 S.M. kelahiranyan dan kematiannya sekitar tahun 500 S.M. adanya perbedaan tersebut tidak terlalu jauh dan masih berdekatan.
Istilah Taoisme atau Agama Tao (Tionghoa: 道教 atau 道家 ) juga dikenal dengan Daoisme, diprakarsai oleh Laozi (老子;pinyin:Lǎozǐ) sejak akhir Zaman Chunqiu. Taoisme merupakan ajaran Lao Tzu yang berdasarkan Daode Jing (道德經,pinyin:Dàodé Jīng). Pengikut Lao Tzu yang terkenal adalah Zhuangzi (庄子) yang merupakan tokoh penulis kitab yang berjudul Zhuangzi. Taoisme atau agama Tao adalah sebuah aliran filsafat yang berasal dari Cina. Agama Tao sudah berumur ribuan tahun, dan akar-akar pemikirannya telah ada sebelum masa Kong Hu Cu. Hal ini dapat disebut sebagai tahap awal dari agama Tao. Bentuk agama Tao yang lebih sistematis dan berupa aliran filsafat muncul kira-kira 3 abad S.M. Selain aliran filsafat, agama Tao juga muncul dalam bentuk agama rakyat, yang mulai berkembang 2 abad setelah perkembangan filsafat Taoisme.[7]
  Ketika berumur 90 tahun, Lao Tzu memulai pengembaraannya dengan berkereta kuda yang dibelinya menuju daerah Chu. Akan tetapi, sesampainya di daerah perbatasan, ia bertemu dengan seorang penjaga yang mengenalnya, penjaga tersebut bernama Yin His. Dia menegur Lao Tzu dengan menyarankan untuk menulis ajaran-ajaranya dalam bentuk buku. Kemudian Lao Tzo memulai menulis ajarannya dalam 5000 kata-kata yang terbagi dalam 81 syair pendek. Dan kemudian syair-syair itu dikenal dengan “Tao Te Ching”.[8] Kemudian Lao Tzu menyerahkan karyanya tersebut, dan dia pergi meneruskan perjalanannya. Akan tetapi, sejarah rentetan kehidupan Lao Tzu tersebut masih penuh teka teki yang perlu dipecahkan.

AJARAN AJARAN AGAMA TAO
Agama Tao merupakan ajaran filsafat yang bercorak ketimuran, terlihat dalam ajaran tersebut pandangan hidup yang lebih menitikberatkan kepada moral individual dan sosial, sebab ternyata di dalam ajaran tersebut terdapa pandangan prinsipil bahwa manusia harus berbuat sesuai dengan sifat atau watak-watak yang dimiliki beriktu: “Tao adalah sesuatu yang maha halus, dan bilamana sesuatu itu dapat ditangkat pengertiannya, maka ia adalah bukan Tao yang sebenarnya”. Hal itu sesuai dengan kata pengantar yang terdapat pada kitab Tao Te Ching yang menyatakan bahwa “karena sifatnya yang transendental, maka Tao merupakan sesuatu yang paling inti dari segala yang ada”.
Setiap agama pasti memiliki ajaran atau doktrin. Begitu pula dengan agama Tao yang juga demikian. Ajaran agama Tao di antaranya sebagai berikut;
Pandangan Tao tentan Wu Wei
Yin dan Yang
Tentang Hidup Manusia
Etika Tao

A.    Pandangan Tao tentang Wu Wei
Pandangan tentang Wu Wei dapat secara harafiah diterjemahkan dengan ‘tidak mempunyai kegiatan’ atau ‘tidak berbuat’. Istilah ini sesungguhnya tidak berarti sama sekali tidak ada kegiatan, atau sama sekali tidak berbuat apapun, melainkan berarti berbuat tanpa dibuat-buat dan tidak semau-maunya. Karena wu-wei adalah sifat dasar kehidupan yang selaras dengan alam semesta. Bersikap dibuat-buat dan semau-maunya berlawanan dengan sikap kodrati atau sikap yang wajar. Menurut teori Wu-wei, seseorang hendaknya membatasi kegiatan-kegiatannya pada apa yang diperlukan dan apa yang kodrati atau wajar. Seperti dalam mencapai tujuan tertentu, jangan sampai berbuat berlebihan atau melakukan upaya semau-maunya. Dalam melakukan perbuatan ini, hendaknya orang mengambil kesederhanaan sebagai prinsip hidup yang membimbingnya, sebab umat manusia mempunyai terlampau banyak keinginan dan terlalu banyak pengetahuan. Mereka mencari kebahagiaan dengan cara memenuhi keinginan mereka. Akan tetapi, ketika mereka berusaha memenuhi terlampau banyak keinginan, mereka memperoleh hasil yang sebaliknya.[9]

B.     Yin dan Yang
            Atas dasar ajaran di atas Tao di atas menghendaki pembebasan manusia dari tekanan hidup baik rohaniyan maupun jasmaniyah. Ajaran Tao yang lain adalah nilai-nilai yang merupakan indentity of contraries (ciri-ciri dari pertentangan). Hal itu oleh agama Tao maupun Kong Hu Cu dinyatakan bahwa pergantian musim tersebut disebabkan oleh kekuasaan “Yin dan Yang”. Yang digambarkan dalam simbol yang dikenal Bah Kua:
stellaris_yin_yang.jpg





           
            Agama Tao memberikan arti kepada Yang dan Yin sebagai sesuatu yang bersifat kontradiktif, namun tidak bertentangan antara keduanya. Seperti halnya baik dan buruk, positif dan negatif, pria dan wanita.
            “Yang” adalah cahaya terang, kebaikan dan sebagainya. “Yin” kegelapan dan lambang dari segala kejelekan. Kebaikan dan kejelakan yang terkandung dalam Yin dan Yang itu pada hakikatnya mengandung nilai baik, bilamana masing-masing berjalan secara proporsional atao pada tempatnya.[10] Yin Yang saling melengkapi untuk menghasilkan tenaga atau kekuatan. Kekuatan tersebut bersumber dari jutaan benda di dunia. Setiap benda di alam semesta yang berupa benda hidup ataupun benda mati mengandung Yin Yang yang saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan.

C.    Manusia yang baik menurut Tao
Menurut Taoisme, apabila manusia menjadi sombong dan melakukan hal di luar kemampuannya, maka suatu saat dia akan mendapat celaan yang dapat membuatnya berduka atau menderita. Karena itu, seorang bijaksana yang mengenal Dao dan hukum alam akan memilih mengundurkan diri dan menolak segala penghargaan yang diberikan padanya. Ia memilih untuk tidak menonjolkan dirinya.
Meskipun demikian, Taoisme tidak mengajarkan bahwa seseorang harus menyingkirkan seluruh harta benda yang dimiliki untuk mencapai ketentraman batin (Wu-wei dapat juga diartikan tidak serakah). Hal yang perlu dibuang adalah rasa kemelekatan terhadap harta tersebut. Apabila harta dibuang namun masih ada kemelekatan terhadapa harta tersebut, maka sia-sia saja. Karena itu buanglah kemelekatan terhadap harta dari diri manusia, dan harta benda harus digunakan untuk kepentingan sosial. Dengan demikian manusia tidak akan merasakan penderitaan akibat kehilangan harta. Seperti tertulis dalam Daode Ching Bab 2 ayat 11b: “…Oleh karena tidak mempunyai apa-apa, maka dia tidak pernah kehilangan apa-apa.[11]

ALIRAN ALIRAN TAO
Ketika mencoba untuk mehami agama Tao, memang tampak kesulitan. Apalagi dengan bahasa yang penuh syair-syair yang multy-meaning, sehingga memberikan sebuah tantangan tersendiri untuk lebih keras mengupas makna dibalik semua itu. Salah satu nyanyai suci kitab Tao Te Ching yakni senandung mistik tentang agama Tao yakni kegaiban dari segala yang gaib, yang merupakan tampat masuk ke dalam kegaiban dari semua kehidupan.
Berdasarkan kerumitan dari gambaran syair di atas, maka metode alternatif untuk memahami dan memetakan corak dari agama Tao yakni dengan menentukan sifat dari agama Tao. Oleh karena itu, ada tiga sifat agama Tao antara lain sebagai berikut; Tao bersifat transendental dan immanensi, Tao merupakan jalan jagad Raya (universum), yakni norma-norma dan irama-irama serta kekuatan pengatur alam semesta ini, sehingg diidentikkan dengan elan vitale (kekuatan dasar). Sedangkan yang terakhir yakni sebagai suatu cara yang mana orang harus mengatur hidupnya agar supaya sejalan dan harmonis dengan apa yang diperbuat alam semesta (universum). (HM. Arifin, 1997: 40)
 Berdasarkan defini di atas, maka lahirlah tiga aliran dalam agama Tao yang berangkat dari sistem pendekatannya (approach) masing masing antara lain adalah:[12]

a.      Taoisme Rakyat (magis)
Taoisme rakyat merupakan agama Tao yang dianut oleh banyak rakyat. Taoisme rakyat ini amatlah kasar yang mereduksi kehalusa dari ajaran Tao yang sebenarnya. Hal ini dalam kitab Tao Te Ching diumpakan seperti halnya air yang beralih dari sumbernya yang jernih menuju air yang tergenang dan tersumbat serta membusuk (penyelewengan). Hal ini merupakan penyelewengan yang disalah pahami oleh kebanyakan masyarakat dari hasil interpretasi mereka terhadap kerumitan ajaran-ajaran agama Tao.

b.      Taoisme Esoteric (tasawuf)
Taoisme esoteric merupakan suatu penafsiran terhadap kekuatan Te, kekuatan yang menyatukan seluruh masyarakat. Para penganut taoisme esoteric ini berpendapat bahwa kekuatan pada hakikatnya bersifat psikis. Mereka menganggap bahwa indahnya alam bathiniah akan mengalahkan penderitaan alam lahiriah. Halusnya nuansa bathiniah akan menjadikan element lahiriah hanya sebatas pembungkus belaka. Puncak dari taoisme esoterik yakni dengan tercapainya pemahaman dari dampak finalitas; sebuah keadaan yang mana segala wujud telah kembali pada tempat asalnya yakni kebenaran, kebahagian, dan kekuatan. Semua itu dianalogikan layaknya ketenangan dan kemantapan seorang raja yang duduk diatas tahtanya.

c.       Taoisme Filosofis
            Taoisme filosofi merupakan interpretasi terhadap kekuatan Tao yang menyatakan bahwa kekuatan yang memasuki suatu kehidupan yang secara reflektif dan intuitif telah menyatukan dirinya dengan jalan alam semesta. Taoisme filosofis ini lebih mengarah pada suatu sudut pandang dana bukannya suatu gerakan, yaitu suatu pandangan yang mempunyai pengaruh yang mendalam terhadap pola kehidupan orang Cina.


[1] Huston Smith, Agama Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor, 2004), hlm. 231.
[2] HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, (Jakarta: Golden Terayon Press, 1997), hlm. 36.
[3] HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, hlm. 25-26.
[4] Djam’annuri, Studi Agama Agama Sejarah dan Pemikiran, (Yogyakarta: Pustaka Rihlah, 2003), hlm. 3.
[5] Hukum Tao merupakan Sikap kejiwaan tersebut nantinya bisa membuka diri pribadi mereka terhadap segala pengaruh dari luaryang sejalan dengan watak kejiwaan mereka. Lihat, HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, hlm. 26.
[6] Moh. Rifa’I Perbandingan Agama, (Semarang, Wicaksana, 1984), hlm. 113.
[7] Diambil pada tanggal 11 maret 2011 dari situs, http://id.wikipedia.org/wiki/Taoisme.
[8] HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, hlm. 37.
[9] Wu Wei dapat dipandang sebagai  unsure kehidupan yang berada di atas segala tekanan. Hal ini digambarkan dalam kitab Tao Te Ching sebagai berikut: “bilamana kamu terus menerus menentang busur panahmu, maka kamu akan menyesalkan tarikannya (tekanannya); sebuah gergaji yang sering diasah, akan menjadi tipis dan tumpul”. Lihat di, HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, hlm. 43, dan bisa dilihat, Huston Smith, Agama Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor, 2004), hlm. 239-242. Dan juga di http://id.wikipedia.org/wiki/Taoisme.
[10] HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, hlm. 43-44. Dan gambarnya diambil pada tanggal 11 maret 2011 di situs: http://wisnhu.dagdigdug.com/files/2008/07/stellaris_yin_yang.jpg
[11] Sutradharma Tj. Sudarman, Menjalani Kehidupan Buddhisme, Confuciusme dan Taoisme, (Jakarta: Sunyata, 1998), hlm. 180-181
[12] Pemetaan aliran ini berdasarkan corak interpretasi atau penafsiran terhadap kekuatan dalam agama Tao. Lihat, Huston Smith, Agama Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor, 2004), hlm. 234-239.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;